. Mengalir Ajah ...: 07/07/11
Dear God, please hold her when I'm not around, when I'm much too far away
Mohon Ma'af kalo Blog saya ini masih berantakan, maklum...BUJANGAN

Kamis, 07 Juli 2011

Trik Jadi Ibu yang Lebih Santai

KOMPAS.com - Menjadi orangtua memang bukan pekerjaan yang mudah. Anda kehilangan waktu untuk beristirahat, waktu untuk bersantai bersama suami, dan tentunya waktu untuk bersosialisasi. Ketika Anda merasa begitu stres dengan pekerjaan di kantor, dan harus menghadapi rumah yang berantakan, wajar jika Anda menjadi murka.

Namun, selalu ada cara untuk meredakan kemurkaan Anda. Anda bisa mencoba menjadi ibu yang lebih rileks saat menghadapi anak-anak. Ibu yang tidak selalu terpancing saat melihat kenakalan mereka, dan betapa pintar mereka membuat rumah Anda kacau-balau. Anda bisa kok, membuat rumah Anda lebih tenang dan menyenangkan. Butuh kerja keras untuk itu, namun beberapa cara berikut bisa menjadi inspirasi bagi Anda.







Tak usah kesal hanya karena mulut si kecil belepotan makanan.


1. Dalam sehari, berusahalah untuk tertawa bersama anak-anak. Entah dengan menertawakan ulahnya, atau goda mereka dengan ulah Anda yang kekanak-kanakan.

2. Tidurlah semampu Anda. Biasanya, ketika menemani anak tidur siang (atau tidur malam), si ibu jadi ikut tidur. Nikmati saja momen ini, terutama ketika menemaninya tidur malam. Tak apa lah, sesekali membiarkan piring kotor di meja makan.

3. Ketika Anda sedang stres di kantor, dan si bungsu membuat ulah, atau Anda lupa menyiapkan bekalnya, Anda mungkin akan memuntahkan kekesalan Anda pada si sulung. Hal ini tidak adil untuknya. Untuk menghindari kekacauan ini, siapkan semua keperluan anak-anak malam sebelumnya.

4. Manjakan diri Anda. Sesekali, untuk mengobati kekesalan atau kelelahan Anda, temukan guilty pleasure Anda. Entah membaca novel picisan, mendatangi acara sale di mal, atau menyantap cheese cake kegemaran Anda. Ingat, hanya sesekali.

5. Ketika anak membuat ulah, Anda mungkin akan terbiasa mengatakan, "Enggak boleh", atau "Jangan". Coba ubah kata-kata tersebut dengan "Ya". Contohnya, “Ya, nanti kita ke tempat permainan kalau kamu sudah selesai makan", dan bukannya, "Kalau kamu enggak makan, kita enggak berangkat".

6. Seperti saat belajar di sekolah, anak-anak akan menurut jika sesuatu dikatakan berulang-ulang. Misalnya, "Ayo, makannya sambil duduk", atau, "Nontonnya nanti kalau sudah belajar, ya", atau, "Ngomong yang jelas, Ibu enggak ngerti kamu maunya apa".

7. Membuat larangan hanya untuk sesuatu yang memang penting. Anda tidak perlu kesal hanya karena anak memilih kaus warna merah dan celana pendek oranye. Atau, ia memilih tidur dengan kepala pada posisi kaki di tempat tidur. Atau, mengatur cara makannya supaya wajahnya tidak belepotan terkena makanan.

8. Ketika Anda begitu lelah saat mengasuh anak, mungkin Anda akan berpikir, "Nanti kalau dia sudah lebih besar, saya tak perlu lagi menyuapinya." Atau, Anda tak perlu mencuci berlusin popok setiap hari. Namun, percayalah, ketika semua hal itu berlalu (dengan begitu cepat), Anda pasti akan merindukan masa-masa melelahkan tersebut.


Terimakasih to : http://female.kompas.com/read/2010/02/02/10305749

Belajar Mengasuh Bayi dari Para Ayah

Mungkin cerita gw ini gak ada hubungannya sama judul postingan gw kali ini. Ya iya laaaahhh, judul diatas tentang mengasuh bayi, sedangkan cerita gw tentang anak gw yang udah kelas 5. #lempar botol air mineral#

Tapi gara-gara ngebaca judul diatas, gw jadi inget waktu anak pertama gw Akshal lagi belajar bareng sama emaknya. Gak sampe 3 menit... dari dalem kedengeran istri gw lagi teriak-teriak. Gw masuk kedalem, gw liat Akshal lagi di "ceramahin" sama emaknya. Isi ceramahnya kurang lebih menyimpulkan kalo Akshal gak nyimak apa yang diajarin emaknya.

Gw coba nenangin suasana. Gw bilang ke istri,"Gantian papah yang ngajarin Akshal, ... mamah yang jaga rental". Istri gw setujuh. Sambil keluar kamar, istri gw teteeuup ajah ngoceehh gak kelar-kelar. Gw ketawa ajah liat bibir istri gw kalo lagi ngomel....bibirnya goyang-goyang, hwhawhwahawhhw.

Mulailah gw ngajarin Akshal. Gw coba metode "Belajar Sambil Bercanda". Metode ini gw gak tau dapet darimana...yang jelas, Akshal kalo belajar terlalu serius dan monoton, dia jadi ogah-ogahan belajarnya. Tapi kalo suasana belajarnya encer (gak tegang) dan diselingi gurauan.... dia bisa ngejawab pertanyaan yang gw kasih dan gak pake lama ngejawabnya. ;)


KOMPAS.com - Kelahiran bayi selalu dinanti oleh seluruh keluarga. Saat sudah datang ke dunia, biasanya ibulah yang akan mencurahkan segenap perhatiannya pada sang bayi. Naluri keibuan terkadang mendorong ibu baru untuk mengurus bayinya dengan sesempurna mungkin. Padahal, di dunia nyata, seringkali apa yang Anda harapkan belum tentu dapat terjadi. Kecuali bila Anda memang siap dan mampu mengurus anak selama 24 jam penuh, tanpa melakukan aktivitas lainnya -termasuk mandi, makan, atau merawat diri sendiri.

Di lain pihak, para ayah malah lebih sering bersikap realistis saat harus mengasuh bayinya. Dan terbukti, dengan sikap realistisnya itu ia dapat mendampingi anaknya sambil tetap memenuhi semua kebutuhan dirinya sendiri. Bila dua sisi ini disandingkan, tentulah para bayi juga yang akan merasakan manfaatnya. Untuk itu, apabila selama ini Anda lebih banyak menuntut para suami untuk belajar dari Anda, ada kalanya giliran Anda yang juga belajar dari suami.




Lihat gaya cuek Matthew McConaughey saat bermain bersama anak-anaknya.



Nah, inilah beberapa pola pikir para pria yang dapat Anda tiru:

1. Tidak masalah bila bayi terlihat kotor
Anda mungkin langsung menjerit histeris ketika sang bayi terlihat kotor, sementara para ayah akan membiarkannya saja. Menurutnya, sedikit kotor tidak masalah karena yang terpenting anak merasa senang dan tidak menyentuh barang-barang yang berbahaya. Ini akan mengajarkan para ibu untuk lebih toleran dan kompromis. Bukankah ini akan menjadi bagian dari pembelajaran anak juga?

2. Tidak masalah bila bayi menangis
Banyak hal yang bisa menyebabkan anak menangis. Para ibu biasanya akan kerepotan menggendong dan menenangkan bayinya. Sementara bagi para ayah, selama tangisan bayi bukan dikarenakan penyakit (seperti misalnya demam tinggi), mereka akan menganggap hal itu wajar saja. Dari sini, Anda akan belajar untuk memahami bahwa menangis itu adalah bagian dari kehidupan bayi. Seperti halnya Anda yang akan mengomel panjang-pendek karena kesal atau menjelaskan panjang-lebar tentang apa yang Anda inginkan, bayi menyalurkannya dalam bentuk menangis. Sebab, hanya itu cara komunikasi yang ia ketahui saat itu.

3. Tidak masalah bila bayi mencoba hal-hal baru
Ketika bayi terhuyung-huyung di kala mencoba untuk berdiri atau berjalan, sang ibu akan langsung menangkap tubuhnya serta menggendongnya supaya tidak terjatuh. Apa yang dilakukan sang ayah? Ada yang merentangkan tangan di sekitar tubuh anak, tidak menyentuhnya tapi siap menangkap bila jatuh. Ada juga yang membiarkannya karena melihat area sekitar anak tergolong aman meski ia jatuh (misalnya, dia berjalan di lantai berkarpet atau berdiri di dalam boksnya sendiri). Bila Anda mau menerapkan cara pasangan melatih anaknya berjalan, Anda sudah memberikan andil dalam menanamkan rasa percaya diri pada anak. Ia akan berpikir, orangtua saya percaya saya dapat berjalan dengan baik, maka saya akan membuktikannya!

4. Tidak masalah bila bayi dijaga oleh orang yang tidak begitu ia kenal
Bicara soal realistis, ada kalanya Anda harus meninggalkan bayi karena keperluan mendadak, seperti hendak buang air kecil pada saat sedang makan di restoran. Sementara pada waktu itu, Anda dan bayi hanya berduaan saja di sana. Para ibu mungkin akan sekuat tenaga menahan keinginan buang air kecil sampai "pertolongan" tiba, misalnya sang ayah sudah datang menjemput. Atau, ditahan hingga sampai di rumah.

Di lain pihak, apa yang dilakukan para ayah? Dia bisa saja menitipkan bayi ke pelayan restoran sebentar, menuntaskan kebutuhannya, lalu kembali lagi ke meja. Anda selalu khawatir anak akan menangis ketika melihat Anda pergi, sementara pasangan Anda berpikir, belum tentu anak akan menangis saat melihat wajah pelayan restoran yang ramah. Lagipula, ia hanya pergi sebentar. Bila Anda menyetujui cara pikir ini dan mau melakukannya, Anda secara tidak langsung telah membekali anak dengan kemampuan sosial yang baik dan juga kematangan dalam menghadapi perpisahan.

5. Tidak masalah bila kondisi bayi tidak seperti yang tertera di buku panduan orangtua
Ibu cenderung melakukan segalanya sesuai dengan buku referensi yang ia miliki. Itu sebabnya, begitu Anda mendapati si bayi kecil ternyata memiliki berat kurang 1 kg dari angka ideal yang tertulis di buku, rasa panik langsung melanda. Pikiran macam-macam bisa timbul. Kurang gizi, kurang stimulasi, atau jangan-jangan ada penyakit tersembunyi. Sejalan usia, semakin sering Anda membalik-balik halaman buku untuk mencocokkan perkembangannya.

Nah, apa yang dilakukan para ayah? Mereka biasanya akan membaca buku itu, mengingat batas bawahnya, lalu setelahnya membiarkan anaknya berkembang apa adanya. Dan bila beratnya tidak seperti yang ditulis di buku, dia akan dengan santai berkata, "Setiap anak berbeda-beda, tidak bisa disamakan."

Apa yang bisa Anda pelajari dari sini? Bahwa anak Anda adalah pribadi yang unik dan tidak setiap buku bisa mendeskripsikannya dengan tepat. Berbanggalah akan hal ini!


Terimakasih banyak to : http://female.kompas.com/read/2011/06/22/08462168/Belajar.Mengasuh.Bayi.dari.Para.Ayah